TEMPO.CO,
Tangerang - Kepolisian Resor Kota Tangerang akhirnya merampungkan berkas
perkara penyidikan penyekapan, penganiayaan, dan perbudakan buruh pabrik panci
CV Sinar Logam di Kampung Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan,
Kabupaten Tangerang.
Berkas perkara
tujuh tersangka, yaitu Yuki Irawan, 41 tahun, pemilik pabrik dan empat anak
buahnya: Tedi Sukarno (35), Sudirman (34), Nurdin alias Umar (25), dan Jaya
(30), serta dua tersangka lainnya yang masih buron, diserahkan ke Kejaksaan Negeri
Tigaraksa, Selasa, 11 Juni 2013.
"Penyerahan
berkas perkara dilakukan pukul 10.00 tadi pagi," ujar Kepala Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Kota Tangerang, Iptu Rolando Hutajulu,
kepada Tempo siang ini.
Rolanda
mengatakan, dalam merampungkan dan melengkapi berkas perkara tujuh tersangka
tersebut, penyidik melakukan berbagai upaya, seperti memeriksa 52 saksi
termasuk Kepala Desa Lebak Wangi, Mursan; bekas karyawan pabrik panci tersebut;
dan saksi-saksi yang terkait kasus perbudakan buruh itu. "Termasuk kami
juga jemput bola dengan melakukan pemeriksaan di Cianjur dan Lampung,"
katanya.
Selain itu, kata
Rolanda, Polres Kota Tangerang juga melibatkan sejumlah ahli, seperti ahli
perindustrian, ahli perlindungan anak, ahli pidana, dan tindak pidana
perdagangan orang (human trafficking) dalam menjerat para pelaku perbudakan
tersebut.
Para pelaku
dijerat enam pasal berlapis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yakni Pasal 333
tentang Perampasan Kemerdekaan Prang, Pasal 351 tentang Penganiayaan, Pasal 24
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Pasal 88 UU Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 2 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Pasal 372 KUHP tentang Tindak Pidana
Penggelapan.
Satu tambahan
pasal, yaitu pelanggaran Undang-Undang Tenaga Kerja yang dilakukan oleh Yuki
cs, menurut Rolanda, menjadi kewenangan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang.
"Jadi kami hanya menjerat enam pasal tersebut," kata dia.
Polres Kota
Tangerang membongkar praktek perbudakan yang diduga dilakukan oleh Yuki dan
kawan-kawan pada Jumat, 3 Mei 2013, sekitar pukul 14.00. Di lokasi pabrik,
polisi menemukan 25 buruh beserta lima mandor yang sedang bekerja. Polisi juga
menemukan enam buruh yang sedang disekap dalam kondisi yang sangat
memprihatinkan.
Analisa :
Dengan kasus
diatas jelas ini melanggar perundang undangan industri kita, adapun pasal yang
dapat dikenakan bagi para pelaku ialah;
Ø Pasal 333 tentang Perampasan Kemerdekaan,
Pasal ini
dikenakan karena para korban tidak mendapatkan hasil, atau mengalami penipuan
oleh para pelaku.
Ø Pasal 351 tentang Penganiayaan,
Pasal ini
dikenakan karena para pelaku melakukan tindak kekerasan kepada para korban.
Ø Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984
tentang Perindustrian,
1. Barang siapa
dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana
penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,-
(dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha
Industrinya.
2. Barang siapa
karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana kurungan
selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,-
(satu juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
Ø Pasal 88 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak,
Setiap yang
bekerja adalah termasuk sebagai anak, sehingga bias jadi apabila pekerja
dibawah umur ini akan bias diberlakukan
Ø Pasal 2 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Tindak Pidana Perdagangan Orang,
Dalam melakukan
aksinya para pelaku melakukan transaksi perdagangan orang (human traffic)
dimana para pelaku dapat dikenakan pasal ini.
Ø Pasal 372 KUHP tentang Tindak Pidana
Penggelapan.
Mengenai
penggelapan ini tentu masuk kedalam pasal ini karena para pelaku telah menipu
para pekerjanya.
Di bidang ekonomi,
sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah
tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta
perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga
produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang
semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu
pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang
merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan
keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan
untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang
pemisah antara yang kaya dan yang miskin, Dengan memperhatikan sasaran
pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan
industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran
tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan
dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur
ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu
memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada
impor, dan meningkatkan ekspor hasilhasil industri itu sendiri. Untuk
mewujudkan sasaran di atas, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu
melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang
seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan
inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun. Masalah ini menjadi
semakin terasa penting, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada
hingga saat ini bahwa peraturan-peraturan yang digunakan bagi pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan industri selama ini dirasakan kurang mencukupi
kebutuhan karena hanya mengatur beberapa segi tertentu saja dalam tatanan dan
kegiatan industri, dan itupun seringkali tidak berkaitan satu dengan yang lain.
Apabila Undang-Undang ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hokum yang
kokoh dalam upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang
seluas-luasnya, tidaklah hal ini perlu diartikan bahwa Undang-
Undang ini akan
memberikan kemungkinan terhadap penguasaan yang bersifat mutlak atas setiap
cabang industri oleh Negara. Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar
Haluan Negara telah secara jelas dan tegas menunjukkan bahwa dalam kegiatan
ekonomi, termasuk industri, harus dihindarkan timbulnya "etatisme"
dan sistem "free fight liberalism". Sebaliknya melalui Undang-Undang
ini upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri diberi arah kemana
dan bagaimana pembangunan industri ini harus dilakukan, dengan sebesar mungkin
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan secara aktif. Dalam hal
ini, Undang-Undang ini secara tegas menyatakan bahwa pembangunan industri ini
harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi. Dengan landasan ini, kegiatan usaha
industri pada hakekatnya terbuka untuk diusahakan masyarakat. Bahwa
Undang-Undang ini menentukan cabang-cabang industri yang penting dan strategis
bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, hal
ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi daripada demokrasi ekonomi itu
sendiri. Begitu pula penetapan bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok
industri kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan tradisional dan
industri penghasil benda seni dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik
Indonesia. Dengan landasan ini, upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
yang dilakukan Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri
secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar
dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan
berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu,
diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam
menciptakan lapangan kerja yang luas. Dengan upaya-upaya dan dengan terciptanya
iklim usaha sebagai di atas, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap
kemampuan dan kekuatan sendiri dalam membangun industri akan semakin tumbuh
dengan kuat pula. Dalam hubungan ini, adalah penting untuk tetap diperhatikan
bahwa bagaimanapun besarnya keinginan yang dikandung dalam usaha untuk
membangun industri ini, tetapi Undang-Undang inipun juga memerintahkan
terwujudnya keselarasan dan keseimbangan antara usaha pembangunan itu sendiri
dengan lingkungan hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Kemakmuran, betapapun
bukanlah satu-satunya tujuan yang ingin dicapai pembangunan industri ini. Upaya
apapun yang dilakukan dalam kegiatan pembangunan tersebut, tidak terlepas dari
tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan untuk mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan
Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia, serta tidak
terlepas dari arah pembangunan jangka panjang yaitu pembangunan yang
dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Undang-Undang ini
juga menegaskan bahwa upaya dan kegiatan apapun yang dilakukan dalam rangka
pembangunan industri ini, tetap harus memperhatikan penggunaan sumber daya alam
secara tidak boros agar tidak merusak tata lingkungan hidup. Dengan demikian
maka masyarakat industri yang dibangun harus tetap menjamin terwujudnya
masyarakat Indonesia yang berkepribadian, maju, sejahtera, adil dan lestari
berdasarkan Pancasila.
kesimpulan:
menurut saya
hukum diindonesia harus diperkuat lagi penerapannya, kalau perlu harus ada
tindakan khusus keras agar nantinya ini dijadikan contoh bahwa setiap pelanggar
harus berfikir ulang sebelum melakukan tindak pelanggaran. hukum adalah sebuah
paksaan yang keberadaannya harus jelas.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar